Muhadatsah; Free Talking

Posted by Admin On Mei - 25 - 2009

Suatu kegiatan pembelajaran haruslah mempunyai manfaat yang nyata baik untuk sekarang atau lusa bagi peserta didik, dalam kaitannya kegiatan atau metode apa saja pasti mempunyai kemanfaatan bagi pembelajaran yang dituju, begitu juga metode muhadatsah. Secara formal, kegiatan ini dilakukan di lapangan pada pagi hari setelah sholat subuh selama setengah jam. Para mahasantri secara berpasangan atau berkelompok saling bercakap-cakap dalam bahasa Inggris dan bahasa Arab dengan dibimbing oleh pengurus atau pembina bagian pengajaran bahasa. .

Tanmiyah Lughoh dan Mahkamah Bahasa

Posted by Admin On Mei - 20 - 2011

Salah satu Kegiatan Ma’had Jamiah STAIN Parepare yang sangat bermanfaat terutama di bidang peningkatan bahasa, baik itu bahasa arab maupun bahasa inggris adalah Tanmiyah Lughoh (English dan Arabic Area). Yaitu dengan mewajibkan seluruh Mahasantri untuk berkomunikasi dalam bahasa asing (baca: Bahasa Arab dan Inggris) dalam kehidupan sehari-hari mereka, dimanapun dan kapan pun.

Kegiatan Meeting/ Istiqbaalu an-Nadhwah

Posted by Admin On Mei - 24 - 2009

Dalam rangka peningkatan wawasan dan kemampuan berbahasa (arab dan inggris), maka Ma'had Jami'ah STAIN Parepare mengadakan Program Meeting/ Istiqbaalu an-Nadhwah sekali dalam satu pekan. Kegiatan ini telah di atur dan agendanya di susun sedemikian rupa sehingga dalam setiap pertemuan pada kegiatan ini semua pihak/ mahasantri dilibatkan secara aktif untuk melaksanakan dan mensukseskan acara ini.

6 Pertanyaan Imam Ghazali

Posted by Admin On Mei - 25 - 2009

1. Apakah yang paling dekat dengan diri kita di dunia ? 2. Apakah yang paling jauh daripada diri kita di dunia ? 3. Apakah yang paling besar di dunia ? 4. Apakah yang paling berat di dunia ? 5. Apakah yang paling ringan di dunia ? 6. Apakah yang paling tajam di dunia ?

Hikayat

Posted by Admin On Mei - 25 - 2009

Dahulu di sebuah kota di Madura, ada seorang nenek tua penjual bunga cempaka. Ia menjual bunganya di pasar, setelah berjalan kaki cukup jauh. Usai jualan, ia pergi ke masjid Agung di kota itu. Ia berwudhu, masuk masjid, dan melakukan salat Zhuhur. Setelah membaca wirid sekedarnya, ia keluar masjid dan membungkuk-bungkuk di halaman masjid. Ia mengumpulkan dedaunan yang berceceran di halaman masjid. Selembar demi selembar dikaisnya. Tidak satu lembar pun ia lewatkan....

مرحبا بكم في الموقع الرسمي لمعهد الجامعة الإسلامية الحكومبة باري-باري

Kamis, 08 September 2011

Diri Sendiri:Modal terbesar untuk Sukses

“Seseorang seharusnya selalu menyadari berapa yang ia miliki daripada yang ia inginkan.” --Joseph Addison

Manusia diciptakan Allah dengan sempurna. Kita ada mata, telinga, hidung dan peralatan tubuh lainnya yang komplet. Dalam perkembangannya, ada yang berhasil memanfaatkan potensi itu, juga ada yang gagal dalam memanfaatkannya. Kesempurnaan manusia dapat kita lihat dalam firman Allah swt., sebagai berikut,

لَقَدْ خَلَقْنَا اْلإِنسَانَ فيِ أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ * ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ * إِلاَّالَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ketempat yang serendah-rendahnya (neraka). Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh; maka bagi mereka pahala yang tiada terputus.” (QS. At-Tin: 4-6)

Ayat ini menyebutkan bahwa manusia adalah makhluk unggulan karena peran gandanya, peran sebagai ‘abid seperti terindikasikan dalam ungkapan âmanû dan peran sebagai khalifah seperti terindikasikan dalam ungkapan wa ‘amilû as-shâlihât. Konsep ‘abid menunjukan hubungan vertikal (hablum minallah), dan itu lebih bersifat personal. Sementara konsep khalifah, terkait dengan tanggung jawab sosial, hubungan horizontal (hablum minannas).

“Kalau ‘abid itu tanggungjawab personal dengan Tuhan, sedang khalifah itu adalah tanggung jawab sosial dalam hubungannya dengan sesama manusia. Karena Allah selalu menggandengkan dua kalimat itu hampir di semua ayat-ayat-Nya, manusia unggulan akan selalu melakukan kedua peran itu secara bersamaan.” Demikian penjelasan M. Quraish Shihab tentang karakter manusia unggulan dalam perspektif tasawuf.

Jadi, kita semua diciptakan Allah dengan sempurna. Kesempurnaan itu menuntut kita untuk menjadi makhluk yang menghamba hanya kepada Allah, dan tidak lupa menjadi khalifah yang memakmurkan bumi. Peran ini hanya ada pada manusia. Hewan dan tumbuhan tidak ada peran seperti ini. Mereka bahkan tidak diberikan akal dan pikiran. Inilah kekuatan besar manusia. Sebuah potensi untuk sukses, bukan?

Sebuah ungkapan mengatakan, “Ada kekuatan raksasa dalam diri Anda!” Wah, kenapa bisa ada raksasa? Baiklah. Raksasa itu adalah potensi besar yang terdapat dalam diri Anda yang telah dianugerahkan oleh Tuhan. Anda bisa melihat, mendengar, makan, minum, berjalan, itu adalah potensi yang sangat besar. Termasuk juga bagaimana kita bisa berpikir dan berkehendak, itu merupakan raksasa yang sangat besar.

Tiap orang pasti ada raksasanya. Cuma tidak semua yang berhasil “membangunkan” raksasa itu. ada yang “raksasa”-nya sedang tidur. Itu karena mereka tidak memanfaatkan potensi dalam dirinya. Mereka terjerembab dalam kubangan tidak percaya diri, atau merendahkan diri mereka sendiri.

Orang yang sukses tidak seperti mereka. Mereka melihat potensi besarnya, kemudian memanfaatkan apa-apa yang bisa dikembangkan. Jadi, diri Anda adalah modal yang terbesar. Berusaha terus sampai berhasil. Biasakan diri untuk menjadi individu paling baik. “Kita dibentuk oleh sesuatu yang kita lakukan berulang kali. Keunggulan, bukan hasil dari satu tindakan, melainkan dari kebiasaan,” demikian kata filsuf Yunani Kuno Aristoteles.

Untuk mencapai yang terbaik di masa depan, maka permantaplah diri Anda. Kalau Anda sudah mantap, maka apapun peristiwa yang akan terjadi—apakah itu keuntungan atau kerugian—tak akan menyurutkan kaki melangkah. Selama Anda masih turunan langsung dari Nabi Adam as., maka Anda sesungguhnya mempunyai modal yang sangat besar. Pertanyaannya, sudahkah kita menyadarinya?
Baca Selengkapnya »»

Bagaimana Cara bersyukur?

“Dalam kehidupan kita sehari-hari, kita dapat melihat bahwa bukan kebahagiaan yang membuat kita berterimakasih, namun rasa terima kasihlah yang membuat kita berbahagia.”

--Albert Clarke

Bersyukur bisa dilakukan dengan hati, lidah, dan perbuatan lainnya. Hati yang bersyukur akan muncul keluar dalam bentuk ucapan lidah. Mereka yang ucapannya tidak nyelekit, biasanya hatinya juga tidak seperti itu. Akan tetapi mereka yang hatinya itu penuh dengan “pertempuran” atau “berjiwa konflik”, maka ucapannya yang keluar juga tak jauh dari apa yang dia rasakan di dalam. Kita bisa bersyukur dengan hati, lidah, dan perbuatan. Mari kita lihat caranya sebagai berikut.

Yang pertama yaitu syukur dengan hati. Syukur dengan hati dilakukan dengan menyadari sepenuhnya bahwa nikmat yang diperoleh adalah semata-mata karena anugerah dan kemurahan Ilahi. Syukur dengan hati mengantar manusia untuk menerima anugerah dengan penuh kerelaan tanpa menggerutu dan keberatan betapapun kecilnya nikmat tersebut. Syukur ini juga mengharuskan yang bersyukur menyadari betapa besar kemurahan, dan kasih sayang Ilahi sehingga terlontar dari lidahuya pujian kepada-Nya.

Qarun yang mengingkari keberhasilannya atas bantuan Ilahi, dan menegaskan bahwa itu diperolehnya semata-mata karena kemampuannya, dinilai oleh al-Qur’an sebagai kafir atau tidak mensyukuri nikmat-Nya. Qarun, seperti yang kita ketahui memiliki harta yang begitu banyak, sampai-sampai di televisi pencarian harta karun (merujuk pada Qarun) tidak ada habisnya, karena Qarun dikenal banyak hartanya.

M. Quraish Shihab menulis,

“Seorang yang bersyukur dengan hatinya saat ditimpa malapetaka pun, boleh jadi dapat memuji Tuhan, bukan atas malapetaka itu, tetapi karena terbayang olehnya bahwa yang dialaminya pasti lebih kecil dari kemungkinan lain yang dapat terjadi. Dari sini syukur—seperti makna yang dikemukakan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dikutip di atas—diartikan oleh orang yang bersyukur dengan “untung” (merasa lega, karena yang dialami lebih ringan dari yang dapat terjadi).”

Dari kesadaran tentang makna-makna di atas, seseorang akan tersungkur sujud untuk menyatakan perasaan syukurnya kepada Allah. Sujud syukur adalah perwujudan dari kesyukuran dengan hati, yang dilakukan saat hati dan pikiran menyadari betapa besar nikmat yang dianugerahkan Allah. Bahkan sujud syukur dapat dilakukan saat melihat penderitaan orang lain dengan membandingkan keadaannya dengan keadaan orang yang sujud.

Sujud syukur dilakukan dengan meletakkan semua anggota sujud di lantai yakni dahi, kedua telapak tangan, kedua lutut dan kedua ujung jari kaki)—seperti melakukan sujud dalam shalat. Hanya saja sujud syukur cukup dengan sekali sujud, bukan dua kali sebagaimana dalam shalat. Karena sujud itu bukan bagian dan shalat, maka mayoritas ulama berpendapat bahwa sujud sah walaupun dilakukan tanpa berwudu, karena sujud dapat dilakukan sewaktu-waktu dan secara spontanitas. Namun tentunya akan sangat baik bila melakukan sujud disertai dengan wudhu.

Yang kedua yaitu syukur dengan lidah. Syukur dengan lidah adalah mengakui dengan ucapan bahwa sumber nikmat adalah Allah sambil memuji-Nya. al-Qur’an, seperti telah dikemukakan di atas, mengajarkan agar pujian kepada Allah disampaikan dengan redaksi "alhamdulillah." Hamd (pujian) disampaikan secara lisan kepada yang dipuji, walaupun ia tidak memberi apa pun baik kepada si pemuji maupun kepada yang lain.

Shihab menulis,

“Jika kita mengembalikan segala puji kepada Allah, maka itu berarti pada saat Anda memuji seseorang karena kebaikan atau kecantikannya, maka pujian tersebut pada akhirnya harus dikembalikan kepada Allah swt., sebab kecantikan dan kebaikan itu bersumber dari Allah. Di sisi lain kalau pada 1ahirnya ada perbuatan atau ketetapan Tuhan yang mungkin oleh kacamata manusia dinilai “kurang baik”, maka harus disadari bahwa penilaian tersebut adalah akibat keterbatasan manusia dalam menetapkan tolok ukur penilaiannya. Dengan demikian pasti ada sesuatu yang luput dari jangkauan pandangannya sehingga penilaiannya menjadi demikian. Walhasil, syukur dengan lidah adalah “Alhamdulillah” (segala puji bagi Allah).”

Yang ketiga yaitu, syukur dengan perbuatan. Nabi Daud as., beserta putranya Nabi Sulaiman as., memperoleh aneka nikmat yang tiada taranya. Kepada mereka sekeluarga Allah swt., berpesan dalam surat Saba’ ayat 13,

اعْمَلُوا ءَالَ دَاوُدَ شُكْرًا

“…bekerjalah wahai keluarga Daud sebagai tanda syukur…”

Yang dimaksud dengan bekerja adalah menggunakan nikmat yang diperoleh itu sesuai dengan tujuan penciptaan atau penganugerahannya. Ini berarti, setiap nikmat yang diperoleh menuntut penerimanya agar merenungkan tujuan dianugerahkannya nikmat tersebut oleh Allah.

Kita ambil contoh lautan yang diciptakan oleh Allah swt., Ditemukan dalam al-Qur’an penjelasan tentang tujuan penciptaannya melalui firman-Nya,

وَهُوَ الَّذِي سَخَّرَ الْبَحْرَ لِتَأْكُلُوا مِنْهُ لَحْمًا طَرِيًّا وَتَسْتَخْرِجُوا مِنْهُ حِلْيَةً تَلْبَسُونَهَا وَتَرَى الْفُلْكَ مَوَاخِرَ فِيهِ وَلِتَبْتَغُوا مِن فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Dialah (Allah) yang menundukkan lautan (untuk kamu) agar kamu dapat memakan darinya daging (ikan) yang segar, dan (agar) kamu mengeluarkan dan lautan itu perhiasan yang kamu pakai, dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari karunia-Nya (selain yang telah disebut) semoga kamu bersyukur.” (QS. An-Nahl : 14)

Ayat ini menjelaskan tujuan penciptaan laut, sehingga mensyukuri nikmat laut, menuntut dari yang bersyukur untuk mencari ikan-ikannya, mutiara dan hiasan yang lain, serta menuntut pula untuk menciptakan kapal-kapal yang dapat mengarunginya, bahkan aneka pemanfaatan yang dicakup oleh kalimat “mencari karunia-Nya.”

Betapa anugerah Tuhan tidak akan bertambah, kalau setiap jengkal tanah yang terhampar di bumi, setiap hembusan angin yang bertiup di udara, setiap tetes hujan yang tercurah dan langit dipelihara dan dimanfaatkan oleh manusia? Di sisi lain, lanjutan ayat di atas menjelaskan bahwa “Kalau kamu kufur (tidak mensyukuri nikmat atau menutupinya tidak menampakkan nikmatnya yang masih terpendam di perut bumi, di dasar laut atau di angkasa), maka sesungguhnya siksa-Ku amat pedih.” Tetapi akibat kekufuran hanya isyarat tentang siksa; itu pun tidak ditegaskan bahwa ia pasti akan menimpa yang tidak bersyukur.

Siksa dimaksud antara lain adalah rasa lapar, cemas, dan takut. Allah telah membuat satu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap penjuru, tetapi (penduduknya) kufur (tidak bersyukur atau tidak bekerja untuk menampakkan) nikmat-nikmat Allah (yang terpendam). Oleh karena itu, Allah menjadikan mereka mengenakan pakaian kelaparan dan ketakutan disebabkan oleh perbuatan (ulah) yang selalu mereka lakukan.

Pengalaman pahit yang dilukiskan Allah ini, kata M. Quraish Shihab, telah terjadi terhadap sekian banyak masyarakat bangsa, antara lain, kaum Saba—satu suku bangsa yang hidup di Yaman dan yang pernah dipimpin oleh seorang Ratu yang amat bijaksana, yaitu Ratu Balqis. Surat Saba’ ayat 15-19 menguraikan kisah mereka, yakni satu masyarakat yang terjalin persatuan dan kesatuannya, melimpah ruah rezekinya dan subur tanah airnya.

Negeri merekalah yang dilukiskan oleh al-Qur’an dengan baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur atau dalam bahasa kita relevan dengan kalimat “gemah ripah loh jinawi.” Mereka pulalah yang diperintah dalam ayat-ayat tersebut untuk bersyukur, tetapi mereka berpaling dan enggan sehingga akhirnya mereka berserak-serakan, tanahnya berubah menjadi gersang, komunikasi dan transportasi antar kota kotanya yang tadinya lancar menjadi terputus, yang tinggal hanya kenangan dan buah bibir orang saja.

Dalam konteks keadaan mereka itu, Allah berfirman dalam surat Saba’ ayat 17,

ذَلِكَ جَزَيْنَاهُم بِمَا كَفَرُوا وَهَلْ نُجَازِي إِلاَّ الْكَفُورَ

“Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka disebabkan kekufuran (keengganan bersyukur) mereka. Kami tidak menjatuhkan siksa yang demikian kecuali kepada orang-orang yang kufur.” Demikian penjelasan dari Prof. M. Quraish Shihab, salah seorang penafsir al-Qur’an kita yang menulis Tafsir al-Misbah itu. ***

Sumber:http://yanuardisyukur.com/
Baca Selengkapnya »»

Rezki dari Allah; Tetaplah berikhtiar

Manusia berusaha, Tuhan menentukan.”

Semua rezeki yang ada, itu berasal dari Allah, karena Allah adalah Ar-Razzaq (Maha Pemberi Rezeki). Ada orang yang berusaha keras, siang dan malam, pagi dia keluar lebih awal dan pulang di senja belakangan, tapi rezekinya juga tidak seberapa banyak. Di sisi lain ada juga yang kelihatannya biasa-biasa saja, bahkan mungkin tidak berbuat banyak untuk mendapatkan rezeki, tapi ia malah bertaburan dengan rezeki.

Apa yang salah? Sebenarnya tak ada yang salah. Karena rezeki itu datangnya dari Allah. Dan, Allah memberikan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Namun, sebagai manusia yang diberikan akal budi, kita tetaplah harus berikhtiar, berusaha untuk mendapatkan rezeki itu. Terlepas nanti apakah rezeki kita banyak atau tidak, itu dikembalikan kepada Allah. Tugas kita sebagai manusia adalah berikhtiar. “Tugas kita bukanlah untuk berhasil. Tugas kita adalah untuk mencoba, karena di dalam mencoba itulah kita menemukan dan belajar membangun kesempatan untuk berhasil,” demikian kata motivator “The Golden Ways” Mario Teguh. Bangun pagi-pagi, kita berusaha, bertindak profesional, itu penting sekali untuk mengundang datangnya rezeki.

Di dalam al-Qur’an, Allah menjelaskan tentang kisah mereka yang tidak terlalu “berkeras-keras amat” dalam mencari rezeki, tapi mereka mendapatkannya. Kasih ini tentang Nabi Musa dan Khidir yang terkait dengan simpanan harta yang dimiliki oleh dua anak yatim di tengah penduduk yang pelit.

Dalam surat al-Kahfi ayat 82, Allah swt., berfirman,

وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلاَمَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنزٌ لَّهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَن يَبْلُغَآ أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنزَهُمَا رَحْمَةً مِن رَّبِّكَ وَمَافَعَلْتُهُ عَنْ أَمْرِي ذَلِكَ تَأْوِيلُ مَالَمْ تَسْطِعْ عَّلَيْهِ صَبْرًا

"Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak muda yang yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedangkan ayahnya seorang yang shaleh, maka Tuhanmu menghendaki agar mereka sampai kepada kedewasaannya, dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu, dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya."

Harta simpanan orang saleh tersebut berada di sebuah kota, di mana penduduknya sangat kikir, dan tidak mau memberi makan terhadap Nabi Musa as., dan Nabi Khidhir as., sementara bangunan yang di bawahnya terdapat sebuah simpanan harta benda yang hampir roboh. Kemudian Nabi Khidhir as., membangunnya kembali, sehingga bangunan itu tidak roboh, kecuali setelah kedua anak itu dewasa dan dapat menjaga harta simpanan itu dengan sebaik-baiknya.

Nabi Khidhir membangun sebuah bangunan dengan tanpa mengharapkan ongkos dan upah sama sekali, atas perintah Allah swt., agar harta simpanan kedua anak itu dapat terjaga dengan baik. Harta simpanan itu sendiri merupakan rezeki bagi orang-orang miskin yang berada di tengah-tengah penduduk yang kikir itu.

Kisah yang dipetik dari al-Qur’an itu memberi kejelasan bagi kita, bahwa usaha itu bukanlah penyebab datangnya rezeki. Karena sebuah sebab dapat memberikan nilai terhadap musabab. Kita dapat menyaksikan al-Qur’an menceritakan kisah tersebut, kemudian diperkuat dengan kejadian-kejadian yang terpampang di depan mata kita, bahwa ada orang yang tidak berusaha, namun dia mendapatkan rezeki. Maka hal ini dapat memperkokoh keyakinan kita, bahwa usaha itu bukanlah penyebab datangnya rezeki. Namun dapat kita katakan, bahwa usaha itu merupakan keadaan dan hiasan serta pembungkus yang dapat memberikan nilai tersendiri terhadap rezeki. Sebab rezeki itu sendiri tidak datang dari usaha kita semata-mata.

Rezeki merupakan cakupan keagungan Allah swt., Kita lihat bahwa rezeki itu tidak datang dengan adanya usaha kita, dan dia juga tidak hilang dengan keinginan kita. "Barangsiapa yang memperhatikan perjalanan sunnatullah,” kata Al-Ghazali, “maka dia akan mengetahui bahwa rezeki itu datang bukanlah disebabkan oleh adanya usaha.”

Al-Ghazali yang juga menulis kitab monumental Ihya’ Ulumuddin itu menulis bahwa pada suatu hari, datanglah seorang yang telah kehilangan semangat kepada seorang hakim, lantas menanyakan tentang mengapa ada seorang yang bodoh, namun dia mendapatkan rezeki yang layak, sedangkan di sisi lain, ada seorang yang mempunyai otak cemerlang, namun tidak mendapatkan rezeki yang layak.

Mendengar pertanyaan itu, sang hakim menjawab sebagai berikut,

"Jika setiap orang yang mempunyai otak cemerlang mendapat rezeki yang layak, dan setiap orang yang bodoh tidak mendapatkan rezeki yang layak, maka akan timbul sebuah asumsi, bahwa seorang yang mempunyai otak cemerlang dapat memberikan rezeki terhadap temannya. Akibatnya, setelah orang lain tahu dan berpandangan bahwa yang dapat memberikan rezeki itu adalah temannya sendiri, maka tidak ada artinya usaha yang mereka lakukan untuk mendapatkan rezeki tersebut."

Jadi, kita haruslah yakin bahwa ikhtiar itu bukan penyebab datangnya rezeki, tapi rezeki itu datangnya dari Allah. Untuk mendapatkan rezeki, maka berusaha itu juga penting. Selagi tubuh kita masih sehat, kuat, maka berusaha keras itu penting sekali. Bangun lebih dan berusaha pada bidang yang kita minati, tentu itu akan memudahkan kita meraih rezeki.
Baca Selengkapnya »»

Sabtu, 03 September 2011

Pemberian Kosakata (Mufradat/ Vocabulary)

Kosakata merupakan salah satu unsur bahasa yang harus dimiliki oleh pembelajar bahasa asing termasuk bahasa Arab dan Inggris. Perbendaharaan kosakata bahasa yang memadai dapat menunjang seseorang dalam berkomunikasi dan menulis dengan bahasa tersebut. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa berbicara dan menulis yang merupakan kemahiran berbahasa tidak dapat tidak, harus didukung oleh pengetahuan dan penguasaan kosakata yang kaya, produktif dan aktual.

Pada prinsipnya Kosakata adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam pembelajaran bahasa terutama bahasa asing. Komunikasi manusia baik berupa tulisan maupun lisan yang dibangun oleh penggunaan kosakata yang tepat dan memadai serta kaya akan bentuk dan maknanya akan memberikan prestise tertentu bagi penggunanya.
Oleh karena itu, pembelajaran kosakata sebagai bagian dari pembelajaran bahasa dapat dijadikan salah satu faktor pendukung untuk memperoleh kemahiran berbahasa (al-mahârât al-lughawiyyah).

Dalam pembelajaran kosakata (al-mufradât/Vocabulary-red) ada baiknya dimulai dengan kosakata dasar yang tidak mudah berubah, seperti halnya istilah kekerabatan, nama-nama bagian tubuh, kata ganti, kata kerja pokok serta beberapa kosakata lain yang mudah untuk dipelajari. Metode yang bisa digunakan dalam pembelajarannya antara lain yaitu metode secara langsung, metode meniru dan menghafal, metode Aural-Oral Approach, metode membaca, metode Gramatika-Translation, metode pembelajaran dengan menggunakan media kartu bergambar dan alat peraga serta pembelajaran dengan lagu atau menyanyi Arab. Teknik yang dapat dilakukan yakni dengan berbagai teknik permainan bahasa, misalnya dengan perbandingan, memperhatikan susunan huruf, penggunaan kamus dan lainnya.

Sejalan dengan teori di atas, maka demi pembinaan dan peningkatan kemampuan berbahasa mahasantri Ma'had Jamiah STAIN Parepare mengadakan kegiatan pemberian kosakata setiap pagi yang di handle atau ditangani langsung oleh pembina bagian bahasa Ma'had. Tehnik pemberian kosakatanya juga bervariasi dan inovatif. Salah satu contohnya adalah Pembina menuliskan 2 mufradat/vocabularies berserta contohnya. Kemudian semua mahasantri membaca mufradat/vocabularies tersebut bersama-sama. Setelah itu beberapa orang mahasantri diminta untuk membuat kalimat dengan mufradat/vocabularies tersebut. Setiap mufradat/vocabularies wajib dicatat dan dibuatkan 1 contoh kalimat. Untuk mengevaluasi hafalan mahasantri, setiap buku mufradat/vocabularies dikumpulkan kepada pembina untuk diperiksa, dinilai dan dikoreksi. Dengan begitu peningkatan dan perkembangan kosakata mereka bisa di di awasi/kontrol setiap saat.
Baca Selengkapnya »»
 

© 2011 Fresh Template. Powered by Blogger.

Pusat PASIH by Dirja.