مرحبا بكم في الموقع الرسمي لمعهد الجامعة الإسلامية الحكومبة باري-باري

Kamis, 04 Agustus 2011

SHALAT & MANFAATNYA (Malam Ke-4)

Budiman, M. Hi
Shalat secara bahasa diartikan dengan do’a, karena pada hakikatnya shalat adalah suatu hubungan vertikal antara hamba dengan Tuhannya. Secara terminologi, shalat adalah sebuah ibadah yang terdiri dari beberapa ucapan dan gerakan yang sudah ditentukan aturannya yang dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam. Lebih jauh, definisi ini merupakan hasil rumusan dari apa yang disabdakan Nabi SAW:
صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنَيْ أُصَلِّيْ (الحديث)
“Shalatlah kalian, sebagaimana kalian melihat aku shalat”.

Dengan demikian, dasar pelaksanaan shalat adalah sebagaimana yang sudah dicontohkan Nabi SAW mulai bacaan hingga berbagai gerakan di dalamnya, sehingga tidak ada modifikasi dan inovasi dalam praktik shalat.
Ada banyak sekali perintah untuk menegakkan shalat di dalam Al-Quran. Paling tidak tercatat ada 10 perintah dalam Al-Quran dengan lafaz “Aqiimush-shalata” (Dirikanlah Shalat) dengan khithab kepada orang banyak, yaitu:
1. QS. Al-Baqarah (2) ayat 43
   •    

2. QS. Al-Baqarah (2) ayat 83
…   •        

3. QS. Al-Baqarah (2) ayat 110
   •           •     
4. QS. An-Nisâ’ (4) ayat 103
…     •      • 
5. QS. Al-An`âm (6) ayat 72
   •      
6. QS. Yûnus (10) ayat 87
…      
7. QS. Al-Hajj (22) ayat 78
…    •         • 
8. QS. An-Nûr (24) ayat 56
   •     
9. QS. Al-Mujâdilah (58) ayat 13
…   •         
10. QS. Al-Muzzammil (73) ayat 20
…   •   •                   •    
Selain itu, terdapat 5 perintah shalat dengan lafaz “Aqimish-shalata” (Dirikanlah shalat) dengan khithab hanya kepada satu orang, yaitu pada:
1. QS. Hûd (11) ayat 114
   •     •        

2. QS. Al-Isrâ’ (17) ayat 78
          •     

3. QS. Thâhâ (20) ayat 14
           

4. QS. Al-Ankabût (29) ayat 45
                        

5. QS. Luqmân (31) ayat 17
             •     
Shalat menempati posisi penting dan strategis. Ia menjadi pembatas apakah seseorang itu mukmin atau kafir. Begitu pentingnya shalat, maka shalat tidak bisa diganti atau diwakilkan. Dia wajib bagi setiap muslim laki-laki dan wanita dalam kondisi apapun: baik dalam kondisi aman, takut, dalam keadaan sehat dan sakit, dalam keadaan bermukim dan musafir. Oleh karena itu, pelaksanaan shalat bisa dilakukan dengan berbagai cara, tergantung pada keadaan pelakunya; kalau tidak bisa berdiri boleh duduk, kalau tidak bisa duduk boleh berbaring, dan seterusnya.
Karena shalat merupakan faktor terpenting yang menyangga tegaknya Islam, maka sudah sepatutnya umat Islam memahami maknanya dan mengetahui manfaat shalat dalam kehidupan manusia, khususnya dimensi ruhani, dimensi sosial, dan dimensi medis.
Namun, sikap yang pertama kali harus ditunjukkan adalah bahwa kita wajib menjadikan shalat sebagai suatu ibadah dulu. Kemudian setelah itu, baru mengetahui manfaatnya dalam sendi kehidupan kita.

A. Dimensi ruhani shalat

Dalam QS. Thâhâ (20) ayat 14 dan QS Ar-Rad’ (13) ayat 28, Allah SWT berfirman:
           
"Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan tegakkanlah shalat untuk mengingat-Ku.”

            
"(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah, ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah, hati menjadi tenang."

Dua ayat di atas mengisyaratkan bahwa soal ketenangan jiwa adalah janji Allah yang sudah pasti akan diberikan kepada orang yang shalat. Hati bisa tenang bila mengingat dan dzikir kepada Allah, sedang sarana berdzikir yang paling efektif adalah shalat. Tentu bukan sembarang shalat. Sebagaimana dalam ayat di atas, perintah Allah adalah tegakkan, bukan laksanakan.
Mendirikan shalat beda dengan sekadar melaksanakan. Mendirikan shalat punya kesan adanya suatu perjuangan, keseriuasan, kedisiplinan, dan konsentrasi tingkat tinggi. Jika sekadar melaksanakan, tak perlu susah payah, cukup santai asal terlaksana. Itulah sebabnya Allah memilih kata perintah “aqiimuu” yang berarti dirikan, tegakkan, dan luruskan.
Maka, kualitas shalat seseorang diukur dari tingkat kekhusyu’annya, yaitu hadirnya hati dalam setiap aktivitas shalat. Dalam hal ini, Imam al-Ghazali menyebutkan enam makna batin yang dapat menyempurnakan makna shalat, yaitu: (1) kehadiran hati, (2) memahami bacaan shalat, (3) mengagungkan Allah, (4) haibah (segan), (5) berharap, dan (6) merasa malu.
Shalat dapat disebut sebagai dzikir, manakala orang yang shalat menyadari sepenuhnya apa yang dilakukan dan apa yang diucapkan dalam shalatnya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa yang lebih penting dan utama dalam shalat itu bukan gerakan fisik, akan tetapi gerakan batin. Gerakan fisik bisa diganti atau ditiadakan jika memang tidak mampu. Tapi dzikir kepada Allah tetap harus berjalan, kapanpun dan bagaimanapun juga. Seorang yang tidak mampu berdiri karena sakit, bisa mengganti gerakan berdirinya dengan hanya duduk, mengganti gerakan ruku'nya dengan isyarat sedikit membungkuk. Demikian juga sujudnya. Tidak bisa berdiri diperbolehkan duduk. Tidak bisa duduk dengan berbaring dan sebagainya. Sedangkan gerakan batin tidak bisa diganti. Ini yang mutlak harus ada. Tanpa kehadiran hati, shalat hanya merupakan gerakan tanpa arti (baca: hanya seolah-olah shalat).
Itulah sebabnya Allah SWT. memberi ancaman yang cukup keras kepada kita, dengan kata yang amat pedas seperti firman-Nya dalam QS. al-Mâ’ûn (107) ayat 4-5)
        
"Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat, yaitu mereka yang lalai dalam shalatnya."
Jadi, janji Allah SWT. kepada orang yang shalat, seperti: ketenangan batin, ketentraman hati dan apalagi pahala tidak serta merta diberikan Allah begitu saja. Ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi terlebih dulu. Bagi yang lalai dalam shalatnya bukan saja tidak bakal mendapatkan janji tadi, malah ada ancaman keras dari Allah SWT.
B. Dimensi sosial shalat
Dalam QS. Al-Ankabût (29) ayat 45, Allah SWT berfirman:
                        

“Dan dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar, dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah lain), dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

Dengan jelas ayat di atas mengisyaratkan bahwa salah satu pencapaian yang dituju oleh adanya kewajiban shalat adalah bahwa pelakunya menjadi tercegah dari kemungkinan berbuat jahat dan keji. Ini mengindikasikan bahwa shalat merupakan salah satu rukun Islam yang mendasar dan pijakan utama dalam mewujudkan sistem sosial Islam. Kemalasan dan keengganan melaksanakan shalat di samping sebagai tanda-tanda kemunafikan, dan semakin lunturnya iman seseorang, dalam skala besar merupakan tahapan awal kehancuran komunitas muslim. Karena secara empirik, shalat merupakan faktor utama dalam proses penyatuan dan pembangunan kembali kekuatan-kekuatan komunitas muslim yang sebelumnya rusak dan terpencar-pencar sebagai akibat melalaikan mendirikan shalat.
Oleh karena itu Rasulullah SAW bersabda:
الصَّلاَةُ عِمَادُ الدِّيْنِ فَمَنْ أَقَامَهَا فَقَدْ أَقَامَ الدِّيْنَ وَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ هَدَمَ الدِّيْنَ (رواه البيهقي)
"Shalat adalah tiang agama, barang siapa menegakkannya, maka ia telah menegakkan agama, dan barang siapa merobohkannya, maka ia telah meruntuhkan agama." (HR. Imam Baihaqi).
Hal ini mengindikasikan bahwa kokohnya sendi-sendi sosial masyarakat muslim akan sangat tergantung kepada sejauh mana mereka menegakkan shalat yang sebenar-benarnya. Apabila hal ini tidak menjadi prioritas utamanya, maka kekeroposan sendi-sendi sosial kemasyarakatan akan menghinggapinya, yang berlanjut kepada kehancuran umat Islam itu sendiri. Karena suatu bangunan itu kuat, ketika tiangnya kokoh.
Shalat diakhiri dengan salam adalah indikasi bahwa setelah seorang hamba melakukan komunikasi yang baik dengan Allah, maka diharapkan hubungan yang baik tersebut juga berdampak pada hubungan yang baik kepada sesama manusia. Dengan kata lain, jika seorang hamba dengan penuh kekhusyu’an dan kesungguhan menghayati kehadiran Allah pada waktu shalat, maka diharapkan bahwa penghayatan akan kehadiran Allah itu akan mempunyai dampak positif pada tingkah laku dan akhlaknya dalam kehidupan bermasyarakat.
Hal ini diwujudkan dengan jaminan melakukan apa saja yang dibenarkan syariah guna membantu saudara-saudaranya yang memang butuh bantuan. Yang kaya membantu yang miskin, yang kuasa membantu yang teraniaya, yang berilmu membantu yang masih belajar, supaya terjadi saling hubungan yang serasi dan harmonis, Orang yang shalatnya baik, tidak akan pernah mengeluarkan ucapan dan atau perbuatan kepada sesamanya, yang maksudnya memang jelek.
Orang yang salatnya baik, akan bertindak santun dengan sahabatnya, tetangganya dan siapapun juga, akan menghormati tamunya dengan penuh perhatian, dan akan bertindak secara santun dengan saudaranya sesama manusia apalagi terhadap saudaranya seiman, dengan tanpa membedakan baju dan golongannya. Orang yang shalatnya bagus, akan menebarkan kasih sayang kepada lingkungannya (rahmatun lilalamin).
Orang yang shalatnya baik justru dituntut lebih banyak kiprahnya dalam kehidupan sosial. Keliru besar jika mereka yang shalat, hanya menyendiri dan mengurung diri seolah hidup dalam ruang hampa sosial, dan menafikan serta terkesan merendahkan pihak lain. Sungguh Allah membenci dan tidak menyukai orang-orang yang membanggakan dirinya, angkuh, sombong dan merasa paling baik, paling suci dibanding dengan yang lain. Intinya orang yang shalatnya baik adalah tercermin dalam amal salehnya di luar shalat.


C. Dimensi medis shalat
Sebuah penelitian di Amerika yang diadakan Medical Center di salah satu universitas di sana ‘Pyok’ - seperti dilansir situs ‘Laha’- menegaskan, bahwa shalat dapat memberikan kekuatan terhadap tingkat kekebalan tubuh orang-orang yang rajin melaksanakannya melawan berbagai penyakit, salah satunya penyakit kanker. Riset itu juga menegaskan, adanya manfaat ruhani, jasmani dan akhlak yang besar bagi orang yang rajin shalat.
Riset itu mengungkapkan, tubuh orang-orang yang shalat jarang mengandung persentase tidak normal dari protein imun antarlokin dibanding orang-orang yang tidak shalat. Itu adalah protein yang terkait dengan beragam jenis penyakit menua, di samping sebab lain yang mempengaruhi alat kekebalan tubuh seperti stres dan penyakit-penyakit akut.
Para peneliti ini meyakini bahwa secara umum ibadah dapat memperkuat tingkat kekebalan tubuh karena menyugesti seseorang untuk sabar, tahan terhadap berbagai cobaan dengan jiwa yang toleran dan ridha. Sekali pun cara kerja pengaruh hal ini masih belum begitu jelas bagi para ilmuan, akan tetapi cukup banyak bukti atas hal itu, yang sering disebut sebagai dominasi akal terhadap tubuh. Bisa jadi melalui hormon-hormon alami yang dikirim otak ke dalam tubuh di mana orang-orang yang rajin shalat memiliki alat kekebalan tubuh yang lebih aktif daripada mereka yang tidak melakukannya.
Di samping itu, ada beberapa hasil riset medis yang memfokuskan pada gerakan-gerakan shalat, misalnya: gerakan takbiratul ihram berhasiat melancarkan aliran darah, getah bening (limfe) dan kekuatan otot lengan. Gerakan ruku’ bermanfaat untuk menjaga kesempurnaan posisi dan fungsi tulang belakang (corpus vertebrae) sebagai penyangga tubuh dan pusat syaraf. I’tidal yang merupakan variasi postur setelah ruku’ dan sebelum sujud merupakan latihan pencernaan yang baik. Pada waktu sujud aliran getah bening dipompa ke bagian leher dan ketiak dan posisi jantung di atas otak menyebabkan darah kaya oksigen bisa mengalir maksimal ke otak, maka aliran ini berpengaruh pada daya pikir seseorang. Duduk yang terdiri dari dua macam, yaitu iftirasy (tahiyyat awal) dan tawarruk (tahiyyat akhir) yang perbedaannya terletak pada posisi telapak kaki juga memiliki manfaat medis, saat iftirasy, kita bertumpu pada pangkal paha yang terhubung dengan syaraf nervus ischiadius, posisi ini menghindarkan nyeri pada pangkal paha yang sering menyebabkan penderitanya tak mampu berjalan, sedangkan duduk tawarruk sangat baik bagi pria sebab tumit menekan aliran kandung kemih (urethra), kelenjar kelamin pria (prostata) dan saluran vas deferens. Jika dilakukan dengan benar, maka postur irfi mencegah impotensi. Gerakan salam, berupa memutarkan kepala ke kanan dan ke kiri secara maksimal, bermanfaat sebagai relaksasi otot sekitar leher dan kepala untuk menyempurnakan aliran darah di kepala yang bisa mencegah sakit kepala dan menjaga kekencangan kulit wajah.
Dari sini bisa disimpulkan bahwa tidak terlalu sulit dipahami jika orang yang intens komunikasinya dengan Allah, melalui shalat yang khusyu’ sebagai sarananya, akan berhasil mencapai kemenangan dan keberhasilan di berbagai sendi kehidupan.
Sebab, pada saat shalat seorang hamba sedang berada dalam komunikasi langsung dengan sumber energi dan kekuatan, yaitu Allah SWT. Jika kita sudah dekat dengan sumber energi dan sumber kekuatan itu, maka dengan izin-Nya energi dan kekuatan itu akan mengalir ke dalam diri kita. Sehingga dari sana kemenangan dunia dan akhirat yang kita cita-citakan insyaallah bisa dicapai. Wallahu a’lamu bish shawab.

Komentar :

ada 0 komentar ke “SHALAT & MANFAATNYA (Malam Ke-4)”

Posting Komentar

 

© 2011 Fresh Template. Powered by Blogger.

Pusat PASIH by Dirja.