مرحبا بكم في الموقع الرسمي لمعهد الجامعة الإسلامية الحكومبة باري-باري

Kamis, 04 Agustus 2011

PEMBERDAYAAN ZAKAT, INFAQ DAN SADAQAH (Malam Ke-5)

Oleh: Hannani, M. Ag

A.Perbedaan Zakat, Infak dan Sadakah
1. Zakat.
Secara terminologis dari zakat adalah kewajiban harta yang spesifik, memiliki syarat tertentu, alokasi tertentu dan waktu tertentu. Adapun persyaratan harta yang wajib dizakatkan itu antara lain sebagai berikut:
a.al-milk at-tam -> harta dikuasai secara penuh dan dimiliki secara sah, yang didapat dari usaha, bekerja, warisan atau pemberian
b.an-namaa -> harta yang berkembang
c.telah mencapai nishab
d.telah melebihi kebutuhan pokok
e.telah mencapai satu tahun
2. Infaq berasal dari kata anfaqa yang berarti mengeluarkan sesuatu untuk kepentingan sesuatu. Sedangkan menurut terminologi syariat, infaq berarti mengeluarkan sebagian dari harta atau pendapatan / penghasilan untuk suatu kepentingan yang diperintahkan ajaran Islam. Jika zakat ada nishabnya, infaq tidak mengenal nishab.
Infaq dikeluarkan oleh setiap orang yang beriman, baik yang berpenghasilan tinggi maupun rendah, apakah ia disaat lapang maupun sempit (QS. ali imran 134). Jika zakat harus diberikan pada mustahik tertentu (8 asnaf) maka infaq boleh diberikan kepada siapapun juga, misalkan untuk kedua orang tua, anak yatim, anak asuh dsb (QS. al baqarah 215)
3. Sedekah berasal dari kata shadaqa yang berarti benar. Orang yang suka bersedekah adalah orang yang benar pengakuan imannya. Menurut terminologi syariat, pengertian sedekah sama dengan pengertian infaq, termasuk juga hukum dan ketentuan-ketentuannya. Hanya saja, jika infaq berkaitan dengan materi, sedekah memiliki arti lebih luas, menyangkut hal yang bersifat nonmateriil. Adapun shadaqah maknanya lebih luas dari zakat dan infak. Shadaqah dapat bermakna infak, zakat dan kebaikan non materi. Dalam hadist riwayat Muslim, Rasulullah saw memberi jawaban kepada orang-orang miskin yang cemburu terhadap orang kaya yang banyak bershadaqah dengan hartanya, beliau bersabda: “Setiap tasbih adalah shadaqah, setiap takbir shadaqah, setiap tahmid shadaqah, setiap tahlil shadaqah, amar ma’ruf shadaqah, nahi munkar shadaqah dan menyalurkan syahwatnya pada istri juga shadaqah”.
Shadaqah adalah ungkapan kejujuran (shidiq) iman seseorang. Oleh karena itu Allah swt menggabungkan antara orang yang memberi harta dijalan Allah dengan orang yang membenarkan adanya pahala yang terbaik. Antara yang bakhil dengan orang yang mendustakan. Disebutkan dalam surat al lail ayat 5-10 artinya: “Adapun orang yang memberikan (hartanya dijalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya (jalan) yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami menyiapkan baginya (jalan) yang sukar”.

B. Potensi Zakat dalam Pemberdayaan Masyarakat
Konsep pemberdayaan yang menekankan pada kemandirian ini diperlukan adanya interaksi antara masyarakat, pemerintah daerah dan pihak-pihak terkait dengan perusahaan, sehingga terciptanya kerjasama yang harmonis dan kondusif
Dalam kurun waktu yang begitu lama, umat Islam memiliki persepsi bahwa ajaran zakat tidak lebih dari sekadar ibadah ritual yang terpisah dari konteks sosial. Pandangan dogmatis ritualistis ini menjadikan ajaran zakat a-sosial dan teralienasi dari fungsi dasar yang diembannya. Karena itu dibutuhkan suatu strategi yang mungkin perlu terus menerus diperbaharui dalam mengaktualisasikan potensi zakat di tengah-tengah masyarakat agar setiap masyarakat bisa merasakan secara langsung implikasinya dalam kehidupan sosial ekonomi mereka, baik sekarang dan masa yang akan datang.
Dua ilustrasi di atas memberikan gambaran betapa potensi ekonomi zakat sangat membantu sekali umat dalam pemberdayaan ekonomi rakyat, terjadinya keadilan pendapatan terutama modal usaha bagi wirausaha. Kenyataannya, zakat hanya dipahami sebagai sebuah kewajiban rutin dan harus dilaksanakan setiap tahun, tanpa melihat aspek sosial ekonomi, pemberdayaan, pemanfaatan dan produktifitasnya.
Pengetatan pengeluaran negara atas desakan IMF itu menyangkut pengurangan subsidi bahan bakar minyak, harga tarif listrik dan telepon, yang kesemuanya itu menyangkut kepentingan masyarakat banyak. Ini semua tentu akan memicu kenaikan harga kebutuhan pokok di tengah semakin merosotnya daya beli masyarakat, akibat inflasi yang hingga kini sudah lebih dari 10,17 % melebihi target APBN sebesar 9,3 %.
Dr. KH. Didin Hafiduddin, MS.c menjelaskan sebagai umat yang mayoritas di negara yang sama-sama kita cintai ini, kita memiliki kewajiban untuk menggali potensi yang kita miliki, yang bersumber pada kekuatan ajaran Islam dan kekuatan umat itu sendiri. Salah satunya adalah zakat, infak, dan shadaqah. Walaupun tidak mungkin mampu menyelesaikan masalah kesejahteraan secara tuntas, akan tetapi bila ZIS ini dikelola dengan baik, amanah, dan profesional dalam pengambilan maupun pendistribusiannya, maka setidaknya ini akan mampu meminimalisir atau mengeliminir berbagai hal yang berkaitan dengan kemiskinan.
Zakat adalah ibadah maaliyah ijtimaiyah yang memiliki posisi yang penting, strategis dan menentukan baik dari sisi ajaran maupun dari sisi pembangunankesejahteraan umat. Sebagai suatu ibadah pokok, zakat termasuk salah satu rukun Islam, sebagaimana diungkapkan dalam berbagai hadist nabi, sehingga keberadaanya dianggap ma’lum min addien biadl-dlaurah atau diketahui secara otomatis adanya dan merupakan bagian mutlak dari ke-Islaman seseorang.
Ajaran Islam memberikan peringatan dan ancaman yang keras terhadap yang enggan mengeluarkan zakat. Di akhirat kelak, harta benda yang disimpan dan ditumpuk tanpa dikeluarkan zakatnya akan berubah menjadi adzab bagi pemiliknya (QS.9:34-35). Sementara dalam kehidupan dunia sekarang orang yang enggan berzakat, menurut beberapa buah hadist Nabi, harta bendanya akan hancur dan jika keengganan ini memassal, Allah SWT akan menurunkan berbagai adzab seperti musim kemarauu yang panjang. Atas Dasar itu, sahabat Abdullah bin Masud menyatakan bahwa orang-orang yang beriman diperintahkan untuk menegakkan shalat dan mengeluarkan zakat Siapa yang tidak berzakat, tidak ada sholat baginya. Rasulullah SAW. pernah menghukum Tsa’labah yang enggan berzakat dengan isolasi yang berkepanjangan. Tak ada seorang sahabatpun yang mau berhubungan dengannya, meski hanya sekedar bertegur sapa. Khalifah Abu Bakar Shiddiq bertekad akan memerangi orang-orang yang mau sholat tetapi enggan berzakat (Wahbah Zuhaily, 1998:734). Ketegasan sikap ini menunjukkan bahwa perbuatan meninggalkan zakat adalah suatu kedurhakaan, dan bila hal ini dibiarkan, maka akan memunculkan pelbagai kedurhakaan dan kemaksitan yang lain.
Kewajiban menunaikan zakat yang demikian tegas dan mutlak itu oleh karena di dalam ajaran Islam ini terkandung hikmah dan manfaat yang demikian besar dan mulia, baik yang berkaitan dengan muzakki, mustahik, harta benda yang dikeluarkan zakatnya, maupun bagi masyarakat secara keseluruhan. Hikmah dan manfaat tersebut, antara lain adalah:
Pertama, sebagai perwujudan iman kepada Allah SWT., mensyukuri nikmat-Nya, menumbuhkan akhlak mulia dengan memiliki rasa kepedulian yang tinggi, menghilangkan sifat kikir dan rakus, menumbuhkan ketenangan hidup, sekaligus mengembangkan dan mensucikan harta yang diiniliki (QS. 9:103, QS. 30:39, QS. 14:7).
Kedua, karena zakat merupakan hak bagi mustahik, maka berfungsi untuk menolong membantu dan membina mereka, terutama golongan fakir miskin atau Wirausaha , ke arah kehidupan yang lebih baik dan lebih sejahtera, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak, dapat beribadah kepada Allah SWT., terhindar dari bahaya kekufuran, sekaligus menghilangkan sifat iri, dengki dan hasad yang mungkin timbul dari kalangan mereka ketika melihat golongan kaya yang berkucukupan hidupnya. Zakat, sesungguhnyua bukan sekedar memenuhi kebutuhan yang bersifat konsumtif yang sifatnya sesaat, akan tetapi memberikan kecukupan dan kesejahteraan pada mereka, dengan cara menghilangkan atau memperkecil penyebab kehidupan mereka menjadi miskin dan menderita.
Ketiga, sebagai pilar jama’i antara kelompok aghniya yang berkecukupan hidupnya, dengan para mujahid yang waktunya sepenuhnya untuk berjuang di jalan Allah, sehingga tidak memiliki waktu yang cukup untuk berusaha bagi kepentingan nafkah diri dan keluarganya (QS. 2:273).
Keempat, sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana yang harus dimiliki umat Islam, seperti sarana pendididkan, kesehatan, maupun sosial ekonomi dan terlebih lagi bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Kelima, untuk memasyarakatkan etika bisnis yang benar, karena zakat tidak akann diterima dari harta yang didapatkan dengan cara yang bathil (Al-hadits). Zakat mendorong pula umat Islam untuk menjadi muzakki yang sejahtera hidupnya.
Keenam, dan dari sisi pembangunan kesejahteraan umat, zakat merupakan salah satu instrumen pemerataan pendapatan. Dengan zakat yang dikelola dengan baik, dimungkinkan membangun pertumbuhan ekonomi sehingga pemerataan pendapata, economic growth with equity. Monzer Kahf menyatakan bahwa zakat dan system pewarisan Islam cenderung kepada distribusi harta yang egaliter, dan bahwa sebagai akibat dari zakat, harta akan selalu beredar. Zakat, menurut Mustaq Ahmad, adalah sumber utama kas negara sekaligus merupakan soko guru dari kehidupan ekonomi yang dicanangkan Al-Quran. Zakat akan mencegah terjadinya akumulasi harta pada satu tangan, dan pada saat yang sama mendorong manusia untuk melakukan investasi untuk distribusi harta, karena hal ini menyangkut harta setiap muslim secara praktis, saat hartanya telah sampai atau melewati nisbah. Akumulasi harta di tangan seseorang atau sekelompok orang kaya saja, secara tegas di larang oleh Allah SWT., sebagaimana finnan-Nya dalam QS. 59:7, yang artinya : “…agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu….”
Zakat yang sudah dikumpulkan oleh Lembaga pengelola Zakat (LPZ) harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan mustahik, terutama wirausaha. Sebagaimana digambarkan dalam QS. 9:60. Karena itu LPZ harus dikelola dengan amanah,jujur, transparan dan professional.
Dalam kaitan ini jiga terdapat pendapat yang menarik dari sebagian ulama (Fiqh Zakat, hal. 532) bahwa pemerintahan (dalam hal ini LPZ yang amanah, terpercaya, dan professional) diperbolehkan untuk membangun perusahaan-perusahaan, pabrik-pabrik dan yang lainnya dari uang zakat, untuk kemudian kepemilikan dan keuntungannya diberikan kepada para mustahik dalam jumlah yang relatif besar, sehingga terpenuhi kebutuhan para mustahik dengan lebih leluasa. Pengembangan usaha lainnya dapat dianalogikan kepadanya. Hanya saja dalam pelaksanaannya perlu kesunguhan, kehati-hatian dan kecermatan, agar jangan sampai terjadi kerugian karena kesalahan para pengelola.
Zakat, dapat pula dimanfaatkan untuk kepentingan peningkatan SDM, seperti pemberian beasiswa bagi para pelajar, santri dan mahasiswa di mana orang tua mereka termasuk kategori mustahik zakat. Singkatnya, para pengelola zakat harus memiliki program dan skala prioritas yang jelas. Demikian pula pelaporan (pemasukan dan penggunaan) harus disampaikan secara terang dan jelas agar kepercayaan muzakki akan semakin bertambah.
Dengan demikian kesejahteraan umat secara hakiki akan terjadi, walaupun dilakukan secara bertahap dan dalam tenggang waktu yang relatif lama. Hal ini jauh lebih baik daripada percepatan pertumbuhan ekonomi yang tidak dilandasi oleh ajaran agama yang kuat.

Komentar :

ada 0 komentar ke “PEMBERDAYAAN ZAKAT, INFAQ DAN SADAQAH (Malam Ke-5)”

Posting Komentar

 

© 2011 Fresh Template. Powered by Blogger.

Pusat PASIH by Dirja.