مرحبا بكم في الموقع الرسمي لمعهد الجامعة الإسلامية الحكومبة باري-باري

Kamis, 04 Agustus 2011

MEMBANGUN BUDAYA MALU (Malam Ke-14)

Oleh : Agus Muchsin, M. HI
Kini kita sedang berada di sebuah zaman, yang menunjukkan bahwa sebagian manusia sudah benar-benar lebih sesat dari binatang: Seorang anak membunuh ibunya, seorang ibu membunuh anaknya, seorang ayah memperkosa anak perempuannya, aurat dipertontonkan dengan menggunakan kecanggihan teknologi, harga diri dijual menjadi ajang komoditi, praktik korupsi, penipuan merajalela dan lain sebagainya.
Malu adalah suatu kondisi di mana kita merasa bersalah jika melakukan suatu perbuatan. Karena itu di dalam bahasa Inggris ‘ashamed’ atau malu diartikan dengan ‘troubled by guilty feeling,’ atau merasa terganggu oleh adanya rasa bersalah.
Harapannya, rasa malu ini bisa jadi pagar pengaman dari nafsu binatang kita yang kadang liar dan sulit terkendali. maka rasa malu bisa tercipta, Pertama, atas dasar pemahaman diri sendiri tentang perasaan bersalah. Kedua, berdasarkan keyakinan suatu masyarakat dalam lokal budaya tertentu. Ini biasanya disebut dengan “kearifan lokal”. Ketiga, lahir dari pemahaman atas doktrin ketuhanan.
Salah satu ciri utama fitrah manusia adalah adanya rasa malu. Bila rasa malu hilang, manusia cenderung berbuat seperti binatang bahkan bisa lebih parah lagi. Allah berfirman: (QS. Al-A’raf (7): 179).
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالإنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالأنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ (١٧٩)
Terjemahannya:
Dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai.

Dalam sebuah kesempatan Rasulullah bertemu seorang dari Ansar, yang sedang menasihati saudaranya yang pemalu. Mendengar itu, Rasulullah segera bersabda: dalam kitab Muwatta’ Ibn Malik juz 5, h. 389
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ عَلَى رَجُلٍ وَهُوَ يَعِظُ أَخَاهُ فِي الْحَيَاءِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعْهُ فَإِنَّ الْحَيَاءَ مِنْ الْإِيمَانِ

Artinya: "biarkan dia demikian, karena rasa malu itu bagian dari iman" (HR Bukahri-Muslim).

Dalam hadits lain, Rasulullah mengatakan:
. قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحَيَاءُ خَيْرٌ كُلُّهُ قَالَ أَوْ قَالَ الْحَيَاءُ كُلُّهُ خَيْرٌ
Artinya : "Rasa malu semuanya baik'' (HR. Muslim).
Abu Sa'id Al Khudri pernah menggambarkan bahwa Rasulullah saw. lebih pemalu dari seorang gadis. Bila melihat sesuatu yang tidak ia sukai, tampak tanda rasa malu dari wajahnya (HR. Bukhari-Muslim).
Dalam kesempatan lain Rasullah mengkaitkan antara iman dan rasa malu: dalam sunan at-Turmudzi, juz. 7, h. 294
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحَيَاءُ مِنْ الْإِيمَانِ وَالْإِيمَانُ فِي الْجَنَّةِ وَالْبَذَاءُ مِنْ الْجَفَاءِ وَالْجَفَاءُ فِي النَّارِ
Artinya
"Rasa malu adalah bagian dari iman, dan iman tempatnya di surga. Prilaku jelek adalah bagian dari kekeringan iman, keringnya iman tempatnya di neraka"(HR. At.Turmudzi).
Imam Ibn Majah menyebutkan sebuah hadits yang menggambarkan betapa rasa malu harus dibudayakan demi keselamatan sebuah bangsa
عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِذَا أَرَادَ أَنْ يُهْلِكَ عَبْدًا نَزَعَ مِنْهُ الْحَيَاءَ فَإِذَا نَزَعَ مِنْهُ الْحَيَاءَ لَمْ تَلْقَهُ إِلَّا مَقِيتًا مُمَقَّتًا فَإِذَا لَمْ تَلْقَهُ إِلَّا مَقِيتًا مُمَقَّتًا نُزِعَتْ مِنْهُ الْأَمَانَةُ فَإِذَا نُزِعَتْ مِنْهُ الْأَمَانَةُ لَمْ تَلْقَهُ إِلَّا خَائِنًا مُخَوَّنًا فَإِذَا لَمْ تَلْقَهُ إِلَّا خَائِنًا مُخَوَّنًا نُزِعَتْ مِنْهُ الرَّحْمَةُ فَإِذَا نُزِعَتْ مِنْهُ الرَّحْمَةُ لَمْ تَلْقَهُ إِلَّا رَجِيمًا مُلَعَّنًا فَإِذَا لَمْ تَلْقَهُ إِلَّا رَجِيمًا مُلَعَّنًا نُزِعَتْ مِنْهُ رِبْقَةُ الْإِسْلَامِ

Artinya:
Rasulullah bersabda: "Jika Allah swt. ingin menghancurkan sebuah kaum, dicabutlah dari mereka rasa malu. Bila rasa malu telah hilang maka yang muncul adalah sikap keras hati. Bila sikap keras hati membudaya, Allah mencabut dari mereka sikap amanah (kejujuran dan tangung jawab). Bila sikap amanah telah hilang maka yang muncul adalah para pengkhianat. Bila para mengkhianat merajalela Allah mencabut rahmatNya. Bila rahmat Allah telah hilang maka yang muncul adalah manusia laknat. Bila manusia laknat merajalela Allah akan mencabut dari mereka tali-tali Islam".

Menerangkan makna hadits ini, Syeikh Muhammad Al Ghazali berkata dalam bukunya Khuluqul Muslim: "Bila seorang tidak mampunyai rasa malu dan amanah, ia akan menjadi keras dan berjalan mengikuti kehendak hawa nafsunya. Tak peduli apakah yang harus menjadi korban adalah mereka yang tak berdosa. Ia rampas harta dari tangan-tangan mereka yang fakir tanpa belas kasihan, hatinya tidak tersentuh oleh kepedihan orang-orang lemah yang menderita. Matanya gelap, pandangannya ganas. Ia tidak tahu kecuali apa yang memuaskan hawa nafsunya. Bila seorang sampai ke tingkat prilaku seperti ini, maka telah terkelupas darinya fitrah agama dan terkikis habis jiwa ajaran Islam (Khuluqul Muslim, h.171).
Imam An Nawawi menyebutkan bahwa hakikat rasa malu itu muncul dalam bentuk sikap meninggalkan perbuatan jelek, dan perbuatan zhalim. Seorang sufi besar Imam Junaid menerangkan bahwa rasa malu muncul dari melihat besarnya nikmat Allah, sedangkan ia merasa banyak kekurangan dalam mengamalkan ketaatan kapada-Nya. (Riyadhushsholihin, h.246).
Sudah saatnya malu menjadi budaya yang harus selalu dijaga dan dipelihara, baik oleh individu, kelompok, terlebih bangsa ini. Kita sadari betapa tidak berhentinya petaka, bencana, yang melanda bangsa ini mungkin salah satunya diakibatkan oleh hilangnya rasa malu.ketika pejabat malu berkorupsi, eorang pengusaha merasa malu jika terlambat memberi upah pada karyawannya, Artis Malu Memamerkan Aurat, Kita malu mengumbar kata-kata kotor maka yang terjadi adalah pembentukan budaya malu yang akan memajukan bangsa ini.
Kenapa memiliki rasa malu itu penting dan harus dibudayakan. Karena dengan rasa malu kita tidak akan lagi menyaksikan tindakan amoral dan kekerasan yang meresahkan masyarakat banyak. Orang-orang akan berkompetisi untuk bersikap sosial yang baik dan mengubur tindakan amoral dengan rapi.
Dalam tradisi bugis makassar dikenal istilah siri’ yang kalau diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, maka kita akan merasa malu jika;
a. Siri’ jika melakukan kesalahan yang merugikan orang lain
b. Siri’ jika Korupsi atau mark up harga barang-barang
c. Sebagai pegawai/karyawan Siri’ kalau malas ke kantor
d. Pelajar Siri’ kalau tidak belajar dan berprestasi
e. Siri’ kalau hidup miskin
f. Siri’ kalau pendidikan rendah atau putus sekolah
g. dsb
Wallahu a’lam bi shawab

Komentar :

ada 0 komentar ke “MEMBANGUN BUDAYA MALU (Malam Ke-14)”

Posting Komentar

 

© 2011 Fresh Template. Powered by Blogger.

Pusat PASIH by Dirja.